Sejarah Kota Ambon: Asal Usul, Perkembangan, dan Peristiwa Penting

Ambon, ibu kota Provinsi Maluku, punya sejarah panjang yang udah berlangsung lebih dari lima abad. Kota ini awalnya dihuni suku Ambon yang berasal dari Pulau Seram, lalu tumbuh jadi pusat perdagangan dan penyebaran agama yang strategis di kawasan Maluku.

Pemandangan kota Ambon dengan perahu tradisional di laut, bangunan bersejarah bergaya kolonial, dan orang-orang mengenakan pakaian tradisional melakukan aktivitas sehari-hari.

Sejarah Kota Ambon secara resmi dimulai pada tahun 1575 ketika Portugis membangun Benteng Kota Laha di Pantai Honipopu. Benteng ini jadi cikal bakal pembentukan kota Ambon.

Pembangunan benteng itu menarik kelompok masyarakat untuk tinggal di sekitarnya. Ada Soa Ema, Soa Kilang, Soa Silale, dan kelompok lain yang akhirnya berkembang jadi komunitas terorganisir.

Perjalanan sejarah Ambon mencakup masa kolonial Portugis dan Belanda hingga era kemerdekaan Indonesia. Kota ini menyimpan warisan budaya yang kaya dan identitas unik hasil interaksi berbagai peradaban.

Asal Usul Kota Ambon

Pemandangan desa pesisir tradisional dengan rumah panggung, penduduk lokal melakukan aktivitas sehari-hari seperti menangkap ikan dan berdagang rempah-rempah di tepi laut dengan latar belakang bukit dan langit biru.

Kota Ambon tumbuh dari permukiman kecil yang didirikan masyarakat adat setempat. Pengaruh perdagangan rempah-rempah dan kolonialisme Eropa kemudian membawa perubahan besar hingga jadi kota modern seperti sekarang.

Nama Ambon sendiri punya akar etimologi yang beragam. Struktur sosial tradisional Soa juga sangat berperan dalam pembentukan tatanan kota ini.

Awal Mula Perkembangan Permukiman

Pulau Ambon awalnya dihuni suku Ambon yang berasal dari Pulau Seram di utara. Mereka membangun permukiman kecil di sepanjang pantai dan daerah strategis untuk berdagang.

Kedatangan Portugis pada 1513 membawa perubahan signifikan. Para penjelajah itu mendirikan pos perdagangan dan membangun benteng sebagai pusat aktivitas mereka.

Francisco Serrao bersama delapan anak buahnya tiba pada 1512 dan jadi pelopor pembentukan permukiman yang lebih terorganisir. Mereka memilih lokasi strategis untuk membangun benteng yang akhirnya jadi cikal bakal Kota Ambon.

Benteng Nieuw Victoria yang dibangun Portugis jadi saksi sejarah lahirnya permukiman yang berkembang menjadi kota. Struktur ini lalu menjadi pusat administratif dan perdagangan yang menarik lebih banyak orang untuk menetap di sekitarnya.

Etimologi Nama Ambon

Asal usul nama Ambon punya beberapa teori berbeda menurut sumber sejarah lokal. Beberapa ahli bilang nama itu berasal dari bahasa setempat yang mengacu pada karakteristik geografis pulau.

Teori lain menyebutkan nama Ambon berasal dari kata dalam bahasa Melayu kuno yang berarti “embun” atau “kabut”. Konon, ini berkaitan dengan kondisi iklim tropis pulau yang sering berkabut di pagi hari.

Sumber sejarah kolonial mencatat bahwa orang Eropa pertama kali mendengar nama “Ambonese” untuk menyebut pulau ini. Nama itu kemudian diadaptasi jadi “Ambon” dalam berbagai dokumen resmi pemerintahan kolonial.

Peran Kelompok Soa dalam Pembentukan Kota

Sistem Soa adalah struktur sosial tradisional Maluku yang sangat penting dalam pembentukan tata ruang Kota Ambon. Soa merupakan kelompok kekerabatan yang mengelola wilayah tertentu dan punya hak ulayat atas tanah.

Setiap Soa punya wilayah permukiman sendiri yang disebut “negeri” atau kampung. Struktur ini menciptakan pembagian administratif alami yang kemudian diadopsi dalam pengembangan kota modern.

Kepala Soa atau “Raja” mengatur tata ruang dan pembangunan di wilayahnya. Mereka juga berperan sebagai mediator antara masyarakat adat dan pemerintah kolonial dalam perencanaan kota.

Sistem Soa mengatur pembagian fungsi lahan, mulai dari area permukiman, pertanian, hingga kawasan suci. Pola urbanisasi unik ini masih bertahan sampai era modern di Kota Ambon.

Perjalanan Sejarah Kota Ambon

Pemandangan kota Ambon dengan perahu tradisional di laut, orang-orang mengenakan pakaian adat Maluku, bangunan lama dan modern, serta vegetasi tropis di sekitar.

Kota Ambon punya sejarah panjang yang dimulai dari masa pra-kolonial sampai era modern. Perjalanan ini meliputi periode awal penghuni asli, kedatangan bangsa Eropa, penjajahan Belanda lewat VOC, hingga pendudukan Inggris dan Jepang.

Masa Sebelum Kedatangan Bangsa Eropa

Pulau Ambon awalnya dihuni suku Ambon yang berasal dari Pulau Seram di utara. Masyarakat asli membangun sistem kehidupan tradisional yang berpusat pada pertanian dan perikanan.

Sebelum bangsa Eropa datang, wilayah Ambon sudah jadi bagian dari jaringan perdagangan regional Nusantara. Rempah-rempah seperti cengkih dan pala jadi komoditas utama yang menarik perhatian pedagang dari berbagai daerah.

Struktur masyarakat lokal mengikuti sistem adat yang dipimpin para raja kecil atau kepala suku. Sistem ini mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan spiritual masyarakat Ambon.

Ambon juga punya hubungan dengan Kesultanan Ternate sebagai kekuatan politik regional. Hubungan ini jadi faktor penting dalam dinamika politik saat bangsa Eropa mulai berdatangan.

Kedatangan Portugis dan Pembangunan Benteng Kota Laha

Bangsa Portugis pertama kali tiba di Ambon pada 1513 dan membangun perkampungan di wilayah itu. Francisco Serrao bersama delapan anak buah kapalnya memulai kontak pertama dengan masyarakat lokal pada 1512.

Pendirian kota Ambon berawal dari konflik politik antara Portugis dan penguasa Kesultanan Ternate serta umat Islam di pantai utara Hitu. Situasi ini mendorong Portugis mencari sekutu dan membangun basis kekuatan di Ambon.

Pada 1575, Portugis membangun benteng di Pantai Honipopu yang kini dikenal sebagai Benteng Nieuw Victoria. Benteng ini jadi pusat aktivitas perdagangan dan penyebaran agama Katolik di wilayah tersebut.

Portugis memakai Ambon sebagai basis untuk:

  • Perdagangan rempah-rempah
  • Penyebaran agama Katolik
  • Pertahanan militer
  • Pusat administrasi kolonial

Era Penjajahan Belanda dan VOC

Belanda mengambil alih kendali Ambon dari Portugis pada 1605. Ekspedisi Steven van der Hagen antara 1603-1605 jadi kunci keberhasilan ini.

VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) menjadikan Ambon pusat monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Sistem monopoli ini menguntungkan Belanda, tapi jelas merugikan masyarakat lokal.

Belanda membangun sistem pemerintahan kolonial yang cukup ketat. Mereka mengangkat raja lokal sebagai kepala daerah yang bekerja di bawah pengawasan residen Belanda.

Pada 1926, Ambon resmi jadi kota dengan dibentuknya Jabatan Wali Kota Ambon. Sebelumnya, wilayah ini langsung diawasi pemerintahan Gubernur Jenderal.

Tanggal 7 September jadi momentum penting dalam sejarah Ambon, menandai peran kota ini dalam pemerintahan kolonial. Sejak saat itu, Ambon berkembang pesat dan jadi salah satu kota terbesar di Indonesia Timur.

Periode Pendudukan Inggris dan Jepang

Selama Perang Napoleon di Eropa, Inggris sempat menguasai Ambon untuk mengambil alih koloni Belanda. Masa ini memang singkat, tapi tetap membawa perubahan dalam sistem administrasi.

Pada 1942, Jepang menduduki Ambon sebagai bagian dari ekspansi militer di Asia Tenggara. Pendudukan Jepang berlangsung sampai akhir Perang Dunia II pada 1945.

Pendudukan Jepang membawa penderitaan bagi masyarakat Ambon. Sistem kerja paksa dan eksploitasi sumber daya alam bikin kondisi ekonomi dan sosial memburuk.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Ambon menjadi ibu kota Provinsi Maluku. Kota ini lalu berkembang jadi pusat pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan di wilayah Maluku.

Perkembangan Kota Ambon Setelah Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka, Ambon mengalami transformasi besar dari kota kolonial menjadi pusat administratif modern. Kota ini menghadapi tantangan integrasi ke republik baru dan modernisasi infrastruktur yang mengubah wajah perkotaan.

Ambon pada Masa Awal Republik Indonesia

Tahun 1950 jadi awal baru buat Ambon. Kota ini akhirnya resmi masuk ke Provinsi Maluku yang baru saja terbentuk.

Transisi ini nggak mulus. Konflik politik dan resistensi dari beberapa kelompok masyarakat muncul di mana-mana.

Pemerintah republik pun menghadapi tantangan berat. Mereka harus menggabungkan sistem administrasi kolonial dengan struktur pemerintahan Indonesia yang baru.

Ambon yang dulunya pusat kekuasaan kolonial, kini harus belajar menyesuaikan diri dengan sistem desentralisasi. Prosesnya jelas nggak mudah—banyak hal yang berubah secara mendadak.

Perubahan struktur pemerintahan jadi sorotan utama saat itu. Jabatan Wali Kota Ambon yang sudah ada sejak 1926 disesuaikan dengan sistem pemerintahan Indonesia yang lebih demokratis dan berbasis undang-undang nasional.

Dinamika Sosial dan Ekonomi Lokal

Ekonomi Ambon perlahan beralih dari sistem perdagangan kolonial ke ekonomi nasional. Sektor perdagangan rempah-rempah yang dulu mendominasi mulai turun dan makin beragam.

Masyarakat lokal berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan sosial yang terasa besar. Sistem pendidikan kolonial berubah jadi sistem nasional dengan bahasa Indonesia sebagai pengantar.

Perdagangan antar pulau pun tumbuh pesat. Ambon jadi pusat distribusi untuk Maluku, dan pelabuhan kota jadi pintu utama buat komoditas lokal dan barang kebutuhan dari pulau lain.

Struktur masyarakat yang beragam bikin adaptasi sosial jadi tantangan tersendiri. Berbagai kelompok etnis dan agama mulai mencari pola interaksi baru dalam kerangka negara kesatuan.

Modernisasi dan Pertumbuhan Kota

Pembangunan infrastruktur modern mulai berjalan setelah situasi politik agak stabil. Ambon berkembang jadi salah satu kota terbesar dan termaju di Indonesia Timur, lengkap dengan berbagai fasilitas perkotaan.

Jembatan Merah Putih, yang dibangun pada 2011, jadi landmark penting. Jembatan ini menghubungkan banyak wilayah di Ambon dan benar-benar mempengaruhi mobilitas penduduk serta aktivitas ekonomi.

Pelabuhan Batu Merah mulai beroperasi pada 2016. Kehadiran fasilitas pelabuhan modern ini mendorong pertumbuhan ekonomi regional dan memperkuat konektivitas dengan wilayah lain.

Rencana reklamasi pantai di Tulehu untuk pelabuhan baru menunjukkan visi jangka panjang pengembangan kota. Proyek ini bertujuan menampung pertumbuhan aktivitas perdagangan dan pariwisata yang makin meningkat.

Peristiwa Kerusuhan dan Rekonsiliasi

Ada masa kelam di Ambon pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. Konflik sosial besar mengguncang stabilitas kota, mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan korban jiwa yang nggak sedikit.

Proses rekonsiliasi melibatkan banyak pihak: tokoh agama, adat, pemerintah, dan masyarakat sendiri. Upaya perdamaian ini butuh waktu lama untuk membangun kembali kepercayaan antar komunitas.

Pemerintah kota memprioritaskan rehabilitasi dan rekonstruksi pascakonflik. Mereka menjalankan berbagai program pembangunan untuk memulihkan infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Warisan Sejarah dan Identitas Kota Ambon

Kota Ambon punya warisan sejarah yang kaya. Dari masa kolonial sampai perjuangan kemerdekaan, semua itu membentuk identitas unik kota ini sebagai pusat budaya dan perdagangan di Maluku.

Peninggalan arsitektur kolonial, tradisi masyarakat yang beragam, dan kontribusi dalam sejarah nasional jadi fondasi identitas Ambon. Rasanya, kota ini memang punya cerita yang nggak pernah habis.

Peninggalan Arsitektur dan Situs Penting

Benteng Kota Laha, atau Benteng Portugis, jadi saksi bisu sejarah Ambon sejak 1575. Portugis membangun benteng ini dengan nama “Nossa Senhora de Anuneiada” di dataran Honipopu sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama.

Penelusuran Balai Arkeologi Maluku pada 2021 menemukan banyak peninggalan masa kolonial Eropa dan Jepang di sepanjang pesisir Teluk Ambon. Ada struktur bangunan, fortifikasi, dan artefak tersebar di lokasi strategis.

Situs-situs bersejarah penting:

  • Benteng Kota Laha (Benteng Portugis)
  • Peninggalan kolonial Belanda
  • Situs-situs masa pendudukan Jepang
  • Kompleks perkampungan tradisional soa

Pemukiman awal terbentuk di sekitar benteng dalam kelompok-kelompok yang disebut soa. Soa Ema, Soa Kilang, Soa Silale, Hative, dan Urimessing jadi cikal bakal struktur kota modern Ambon.

Budaya dan Tradisi Masyarakat Ambon

Masyarakat Ambon berkembang dari kelompok-kelompok soa yang membentuk struktur sosial genealogis teritorial. Sistem ini memperlihatkan perpaduan budaya lokal dengan pengaruh kolonial yang datang bergelombang.

Migrasi dari utara, terutama dari Ternate, membawa pengaruh besar pada budaya kota. Perpindahan orang Portugis dan pedagang Nusantara akibat pengungsian dari Kerajaan Ternate yang dipimpin Sultan Baabullah, makin memperkaya keragaman budaya lokal.

Tradisi masyarakat Ambon memperlihatkan perpaduan adat suku Ambon dari Pulau Seram dan pengaruh budaya kolonial. Struktur soa masih jadi dasar organisasi sosial masyarakat sampai sekarang.

Karakteristik budaya Ambon:

  • Sistem soa sebagai organisasi sosial
  • Perpaduan tradisi lokal dan kolonial
  • Keragaman etnis dan agama
  • Tradisi maritim dan perdagangan

Kontribusi Ambon dalam Sejarah Nasional

Tanggal 7 September 1921 jadi tonggak bersejarah. Saat itu, masyarakat Kota Ambon akhirnya mendapat hak yang sama dengan Pemerintah Kolonial Belanda.

Keputusan Gubernur Jenderal nomor 07 (Staatblad 92 Nomor 524) memberi rakyat kesempatan untuk ikut serta dalam Gemeeteraad (Dewan Kota).

Momentum ini lahir dari perjuangan orang-orang Maluku, dipimpin Alexander Yacob Patty. Banyak yang menganggapnya sebagai kekalahan politis bangsa penjajah dan awal keterlibatan warga Ambon dalam pemerintahan.

Penetapan tanggal 7 September sebagai hari lahir Kota Ambon muncul lewat Seminar Sejarah pada 14-17 November 1972. Seminar itu menggabungkan dua peristiwa penting: tahun 1575 sebagai tahun pembangunan benteng, dan 1921 sebagai tahun rakyat memperoleh hak politik.

Kontribusi Ambon dalam sejarah nasional nggak cuma berhenti di masa kolonial. Kota ini juga punya warisan sejarah internasional, bahkan ada koneksi dengan bangsa-bangsa di luar Indonesia yang memperkaya cerita Ambon.