Sejarah Kota Pagar Alam: Asal Usul, Perkembangan, dan Transformasi

Kota Pagar Alam memiliki sejarah panjang yang dimulai jauh sebelum statusnya sebagai kota mandiri. Wilayah ini awalnya merupakan bagian dari tanah Pasemah yang dihuni oleh suku Basemah, dengan jejak sejarah yang dapat ditelusuri hingga abad ke-18 ketika wilayah ini masih berada di bawah administrasi kolonial Belanda.

Pemandangan kota Pagar Alam dengan pegunungan, rumah tradisional, sungai, dan orang-orang mengenakan pakaian adat sedang beraktivitas.

Kota Pagar Alam resmi terbentuk sebagai kota mandiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2001 pada tanggal 21 Juni 2001, setelah sebelumnya berstatus sebagai kota administratif dalam lingkungan Kabupaten Lahat. Transformasi ini menandai babak baru dalam perjalanan sejarah wilayah yang kaya akan budaya dan tradisi masyarakat Pasemah.

Perjalanan sejarah Kota Pagar Alam mencerminkan evolusi dari sebuah wilayah tradisional menjadi kota modern yang tetap mempertahankan identitas budayanya. Dari asal usul sebagai bagian dari kerajaan lokal hingga perkembangannya sebagai pusat pemerintahan yang mandiri, setiap fase memberikan kontribusi penting dalam membentuk karakter kota ini.

Asal Usul dan Latar Belakang Kota Pagar Alam

Pemandangan pegunungan dan hutan dengan rumah tradisional dan penduduk lokal yang sedang melakukan aktivitas sehari-hari.

Nama Kota Pagar Alam berasal dari konsep perlindungan alam yang mencerminkan kondisi geografis wilayah ini. Pengaruh Kerajaan Sriwijaya dan posisi strategis dalam jalur perdagangan kuno membentuk fondasi sejarah kawasan ini.

Asal Usul Nama Pagar Alam

Nama Pagar Alam terbentuk dari dua kata yang memiliki makna filosofis mendalam. “Pagar” berarti benteng atau perlindungan, sedangkan “Alam” merujuk pada lingkungan atau semesta.

Dalam konteks geografis, nama ini mencerminkan kondisi wilayah yang dikelilingi pegunungan dan perbukitan. Bentang alam tersebut membentuk perlindungan alami bagi penduduk yang bermukim di kawasan ini.

Interpretasi lain menunjukkan bahwa nama ini berkaitan dengan fungsi wilayah sebagai benteng alam. Posisi strategis di dataran tinggi memberikan keunggulan pertahanan dan perlindungan dari ancaman luar.

Sejarah lokal juga mencatat adanya legenda Atung Bungsu, salah satu dari tujuh anak raja Majapahit. Tokoh legendaris ini melakukan perjalanan menyusuri Sungai Lematang dan akhirnya memilih bermukim di dusun Benuakeling.

Pengaruh Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan awal kawasan Pagar Alam. Wilayah ini menjadi bagian dari jaringan kekuasaan maritim Sriwijaya yang menguasai selat Malaka.

Pada tahun 1024-1025 M, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran akibat serangan Cola Mandala. Peristiwa ini mengubah dinamika politik dan perdagangan di Sumatera Selatan, termasuk kawasan Pagar Alam.

Tahun 1377 M menandai berakhirnya era Sriwijaya ketika ditaklukkan Majapahit. Raden Wijaya dengan gelar Prabu Kertagama atau Prabu Brawijaya memimpin penaklukan tersebut.

Transisi kekuasaan ini membawa perubahan sistem pemerintahan dan budaya. Pengaruh Hindu-Buddha yang kuat pada masa Sriwijaya mulai bercampur dengan tradisi Jawa dari Majapahit.

Peran Strategis dalam Perdagangan Kuno

Posisi geografis Pagar Alam memberikan keuntungan strategis dalam jaringan perdagangan kuno Nusantara. Wilayah ini berada di jalur penghubung antara pantai timur dan barat Sumatera.

Sungai Lematang menjadi jalur transportasi utama yang menghubungkan daerah pedalaman dengan pelabuhan di pesisir. Pedagang memanfaatkan sungai ini untuk mengangkut hasil bumi dari dataran tinggi Besemah.

Komoditas utama yang diperdagangkan meliputi:

  • Kopi dari perkebunan dataran tinggi
  • Rempah-rempah lokal
  • Hasil hutan seperti rotan dan kayu
  • Produk pertanian dari lembah subur

Keberadaan suku Besemah sebagai penghuni asli memberikan stabilitas sosial. Mereka mengembangkan sistem perdagangan yang mengintegrasikan produksi lokal dengan jaringan perdagangan regional yang lebih luas.

Sejarah Berdirinya Kota Pagar Alam

Pemandangan pegunungan dengan hutan tropis dan rumah tradisional di sebuah desa, orang-orang mengenakan pakaian adat sedang berkumpul dan bekerja bersama.

Pembentukan Kota Pagar Alam melalui perjalanan panjang dari masa kolonial hingga menjadi kota otonom. Wilayah ini memiliki peran strategis dalam perjuangan kemerdekaan dan akhirnya ditetapkan sebagai kota mandiri pada tahun 2001.

Pembentukan Wilayah pada Masa Kolonial

Wilayah Pagar Alam sudah dikenal sejak masa kolonial sebagai bagian dari tanah Pasemah. Menurut catatan John Bastin dalam “The British History in West Sumatra”, bandit-bandit gagah berani dari tanah Pasemah pernah menyerang distrik Manna pada tahun 1797.

Suku Basemah yang mendiami wilayah ini memiliki sejarah perlawanan yang panjang terhadap penjajah. Mereka melawan Belanda pada tahun 1832-1866 melalui perang di Benteng Gelungsakti, Penandingan, Tebat Seghutm, dan Menteralan.

Batu Macan yang terdapat di Kecamatan Pulau Pinang sudah ada sejak jaman Majapahit pada abad 14. Batu ini berfungsi sebagai penjaga dari empat daerah: Pagar Gunung, Gumai Ulu, Gumai Lembah, dan Gumai Talang.

Peran Pagar Alam dalam Masa Perjuangan Kemerdekaan

Pagar Alam memiliki peran penting sebagai kota perjuangan yang dimulai pada masa penjajahan Jepang. Jepang mendirikan sekolah pendidikan perwira militer yang disebut Giyugun di Pagar Alam.

Sekolah militer ini menjadi titik awal sejarah Pagar Alam sebagai kota perjuangan. Para perwira yang dididik di tempat ini kemudian berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Rakyat Basemah juga aktif dalam perjuangan periode 1945-1949. Tokoh Atung Bungsu menjadi salah satu figur penting dalam sejarah perjuangan di wilayah ini.

Proses Pembentukan Kota Otonom

Sebelum menjadi kota otonom, Pagar Alam berstatus sebagai kota administratif di bawah Kabupaten Lahat. Status ini memberikan keterbatasan dalam mengelola urusan pemerintahan dan pengembangan wilayah.

Pembentukan kota administratif terinspirasi oleh Peraturan Presiden RI Nomor 22 Tahun 1963 tentang penghapusan Karesidenan. Peraturan ini menghapus pemerintahan Kawedanaan Tanah Pasemah yang meliputi Kecamatan Tanjung Sakti, Jarai, Kota Agung, dan Pagar Alam.

Kota Pagar Alam resmi terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2001. UU ini tercantum dalam Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4115.

Dengan status kota otonom, Pagar Alam memperoleh kewenangan penuh untuk mengatur urusan pemerintahan sendiri. Pemekaran dari Kabupaten Lahat ini menjadikan Pagar Alam sebagai kota mandiri di Provinsi Sumatera Selatan.

Perkembangan dan Transformasi Kota Pagar Alam

Pagar Alam mengalami perubahan signifikan dari wilayah administratif menjadi kota mandiri pada tahun 2001. Transformasi ini mencakup peningkatan status hukum, pertumbuhan sektor ekonomi pertanian, dan dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat.

Peningkatan Status Administratif

Pagar Alam mengalami transformasi status administratif yang penting dalam sejarah perkembangannya. Pada tanggal 10 Mei 2001, wilayah ini resmi menjadi kota administratif melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001.

Status ini kemudian diperkuat dengan pembentukan kota definitif berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2001. Sebelumnya, Pagar Alam merupakan bagian dari Kabupaten Lahat dalam lingkup administratif yang lebih luas.

Perubahan status ini memberikan kewenangan otonomi daerah yang lebih besar. Pagar Alam memperoleh hak untuk mengatur pemerintahan sendiri dan mengelola sumber daya daerah secara mandiri.

Pembentukan struktur pemerintahan baru mencakup penetapan batas wilayah administratif yang jelas. Kota ini resmi memiliki walikota sebagai kepala daerah dengan kewenangan penuh dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal.

Pertumbuhan Ekonomi dan Pertanian

Pagar Alam berkembang menjadi sentra produksi pertanian yang strategis di Sumatera Selatan. Kota ini dikukuhkan sebagai kawasan Sub Terminal Agribisnis (STA) yang mendukung distribusi hasil pertanian regional.

Kondisi geografis di kaki Gunung Dempo memberikan keunggulan iklim sejuk dan tanah subur. Faktor ini mendorong produktivitas sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi kota.

Komoditas unggulan meliputi:

  • Kebun teh dengan kualitas premium
  • Tanaman hortikultura dataran tinggi
  • Produk pertanian organik
  • Kopi arabika pegunungan

Sektor pariwisata mulai berkembang sebagai pendukung ekonomi alternatif. Pagar Alam memiliki berpuluh objek wisata alam yang menarik wisatawan lokal dan mancanegara.

Infrastruktur ekonomi mengalami peningkatan seiring transformasi menjadi kota mandiri. Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa mendukung pertumbuhan ekonomi lokal yang berkelanjutan.

Dinamika Sosial Budaya

Masyarakat Pagar Alam mempertahankan identitas budaya Basemah sebagai warisan leluhur. Tokoh legendaris seperti Atung Bungsu tetap menjadi simbol sejarah dan kebanggaan lokal dalam kehidupan sosial.

Peninggalan zaman megalitikum masih terpelihara sebagai bukti peradaban masa lampau. Situs-situs bersejarah ini menjadi bagian integral dari identitas budaya masyarakat modern.

Transformasi sosial mencakup:

  • Modernisasi sistem pendidikan
  • Peningkatan akses layanan kesehatan
  • Pengembangan infrastruktur komunikasi
  • Pelestarian tradisi lokal

Integrasi nilai-nilai tradisional dengan perkembangan modern menciptakan dinamika sosial yang unik. Masyarakat berhasil menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan pelestarian budaya asli.

Kehidupan bermasyarakat tetap dijiwai semangat gotong royong dan solidaritas. Nilai-nilai ini menjadi fondasi dalam menghadapi tantangan pembangunan kota yang berkelanjutan.